Wednesday, December 25, 2013

Hallaj : Kisah Lagenda Sufi dan Tasawwuf

LEGENDA DAN KISAH AL-HALLAJ


      Dari mana al-Husayn Ibn Manshur mendapatkan nama panggilan al-Hallaj, nama yang jika diterjemahkan berarti “pemintal”? sepenuturan Aththar, kisah itu berbunyi begini: Syahdan, al-Husayn Ibn Manshur melewati sebuah gudang katun ketika dia melihat selonggok bunga kapas. Saat itu dia menunjuk longgokan tersebut, tiba-tiba saja biji-biji kapasanya terpisah dari serat kapasnya. Karena itulah dia dipanggil al-Hallaj. Dia juga diberi julukan Hallaj al-Asrar­---- ”pemintal Hati”, karena dia memiliki kemampuan untuk membaca pikiran orang dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka bahkan sebelum mereka bertanya.

    Al-Hallaj terkenal karena kekuatan dan kemampuannya yang menakjubkan. Salah seorang muridnya mencritakan kisah berikut ini:
      
Ketika al-Halllaj menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, dia pergi ke sebuah pegunungan untuk mengasingkan diri bersama beberapa orang pengikutnya. Setelah makan malam, al-Hallaj mengatakan bahawa dia sedang merencanakan untuk mencicipi yang manis. Murid-muridnya bertanya-tanya bagaimana itu bisa terjadi padahal mereka telah menghabiskan seluruh bekal makanan mereka. Al-Hallaj tersenyum lalu berjalan menuju kegelapan malam. Beberapa minit kemudian dia kembali dengan membawa sepiring penuh kuih yang masih hangat, yang tidak mereka ketahui jenisnya. Al-Hallaj mengajak mereka memakan kuih itu bersama-sama. Salah seorang muridnya yang ingin tahu bagaimana cara al-Hallaj memperoleh kuih yang entah berasal dari mana itu, menyembunyikan jatahnya, kemudian ketika rombongan al-Hallaj pulang dari pengasingan diri tersebut, murid tadi mencari orang yang dapat mengenali jenis kuih itu. Seorang lelaki dari Zabid, sebuah kota yang jauh, mengenali kuih itu sebagai kuih buatan kampung halamannnya. Murid al-Hallaj keheranan, menyadari bahawa al-Hallaj sebenarnya memperoleh kuih itu melalui kekuatan gaib. Dia berseru,” tidak seorang pun kecuali jin yang dapat menempuh perjalanan sejauh itu dalam waktu yang begitu singkat.


***
Peristiwa lain terjadi ketika al-Hallaj sedang menyeberangi padang pasir bersama sekelompok orang di dalam perjalanannya menuju Mekkah. Teman-teman seperjalanan al-Hallaj berdoa agar mereka mendapatkan buah ara, dan al-Hallaj pun mengeluarkan satu nampan penuh buah ara dari udara. Mereka kemudian meminta Halwa, al-Hallaj mengeluarkannya, dia mengeluarkan satu nampan penuh Halwa yang masih hangat ditaburi gula. Setelah mereka memakannya, mereka berseru bahawa rasa manis Halwa tersebut begitu mirip dengan Halwa buatan tetangga mereka di Baghdad, lalu bertanya pada al-Hallaj bagaimana cara dia memperolehnya. Al-Hallaj hanya menjawab bahawa baginya Baghdad maupun padang pasir tidak ada bezanya. Kemudian mereka meminta buah kurma, al-Hallaj terdiam sejenak lantas berdiri, lalu menyuruh mereka menggoyangkan tubuhnya seolah-olah dia adalah sebatang pohon kurma. Mereka melakukannya, dan buah kurma yang segar pun berjatuhan dari lengan baju al-Hallaj.

Di samping kekuatan gaibnya, al-Hallaj juga terkenal akan kekerasan hatinya. Ketika usianya mencapai usia 50 tahun, dia mengatakan bahawa dia tidak akan mengikuti kepercayaan tertentu, melainkan akan mengambil amalan dari agama manapun yang paling sulit untuk nafsu-nya (egonya). Dia tidak pernah meninggalkan solat lima waktu, dan dalam setiap doa dan solat yang dilaksanakannya, dia melakukan penyucian diri yang paripurna.

Di awal jabatannya sebagai ulama, al-Hallaj memiliki jubah yang sudah tua dan robek, yang sudah dipakainya selama bertahun-tahun. Suatu hari,ada yang melepaskan jubah itu dengan paksa, dan ternyata banyak serangga yang bersarang di dalamny­­­­­­----salah satu serangga itu beratnya mencapai setengah ons. Di lain kesempatan, ketika al-Hallaj memasuki sebuah perkampungan, orang-orang melihat seekor kalajengking mengikutinya. Mereka berniat membunuh kalajengking itu. Al-Hallaj menghentikan mereka, dan berkata bahawa kalajengking itu telah menjadi temannya selama 12 tahun. Agaknya al-Hallaj sudah melupakan rasa sakit ragawi.

Asketisme al-Hallaj adalah caranya untuk meraih Tuhan; dengan Dia-lah al-Hallaj mengembangkan hubungan yang sangat khusus juga intens. Pada suatu hari, ketika dia berada di Mekkah dalam rangka menunaikan ibadah hajinya, al-Hallaj melihat sekelompok orang yang sedang berdoa dalam keadaan letih. Al-Hallaj ikut besujud dan berkata “Oh, Engkau penuntun mereka yang tersesat, Engkau yang berada di atas dan di balik setiap pujian dari mereka yang memuji-Mu, Engkau yang berada di atas dan di balik penjelasan yang mereka berikan tentang-Mu. Engkau tahu bahawa aku tidak mampu menunjukan rasa syukur atas segala kebaikan-Mu. Lakukanlah di tempatku, karena hanya itulah penghargaan yang sepantasnya buat diri yang tak tahu syukur ini.”

Kisah yang lain menyinggung penangkapan al-Hallaj yang berakhir eksekusinya. Suatu hari al-Hallaj berkata pada sahabatnya, asy-Syibli, bahawa dia telah disibukkan oleh tugas besar yang hanya akan mengarahkannya kepada kematiannya. Ketika itu al-Hallaj sudah termashur, dan berita tentang kekuatannya yang menakjubkan telah tersebar, dia telah menarik banyak pengikut tetapi juga memiliki banyak musuh. Khalifah sendiri pada akhirnya mengetahui bah wa al-Hallaj telah menyerukan kalimat yang dianggap bid’ah, yaitu “ana al-Haqq”. Saat itu musuh-musuh al-Hallaj mendesaknya agar dia mengatakan, “Dia-lah kebenaran”. Al-Hallaj hanya menjawab, “Ya----semuanya adalah Dia! Engkau mengatakan bahawa al-Husayn (al-Hallaj) dia telah tiada. Tetapi samudera yang melingkupinya belum musnah punah.”

Beberapa tahun sebelumnya, ketika al-Hallaj masih belajar di bawah asuhan al-Junayd, dia disuruh bersabar dan diam. Tetapi al-Hallaj terlalu progresif untuk mau menuruti nasihat tersebut, maka dia pun pergi. Beberapa tahun kemudian dia kembali kepada al-Junayd dengan membawa setumpuk pertanyaan. Al-Junayd hanya menjawab bahawa tidak lama lagi dia akan membuat tiang gantungan memerah karena darahnya. Rupanya prediksi al-Junayd terbukti benar.

Ketika al-Junayd ditanya tentang apakah ucapan al-Hallaj dapat diterjemahkan sedemikian rupa sehingga dapat menyelamatkan hidupnya, al-Junayd menjawab, “Biarkan dia terbunuh, karena sekarang bukan waktunya lagi untuk adu tangkas tafsir.” Al-Hallaj pun digelandang ke penjara.
Pada malam pertamanya sebagai tawanan, sipir penjara datang menjenguk. Mereka terheran-heran karena ruang tahanan al-Hallaj kosong melompong, pada malam kedua, bukannya al-Hallaj yang menghilang, melainkan penjaranya sendiri ikut lenyap! Pada malam ketiga, semuanya kembali normal. Penjaga penjara bertanya kepada al-Hallaj.”Kemana saja dirimu pada malam pertama? Dan apa yang terjadi padamu dan pada penjara pada malam kedua?” al-Hallaj menjawab,”Pada malam pertama aku sedang berada di dalam kehadiran Yang Maha agung (Tuhan), sehingga aku tidak berada di sini. Sedangkan pada malam kedua, Yang Mahaagung berada di sini, sehingga baik aku maupun penjara ini meluruh dalam ketiadaan. Pada malam ketiga aku dikirim pulang!”

Beberapa hari menjelang eksekusinya, al-Hallaj ditempatkan bersama-sama dengan 300 tahanan yang disekap bersama dengannya, semuanya dalam keadaan dirantai. Al-Hallaj mengatakan bahawa dia akan membebaskan mereka semua. Mereka heran, karena al-Hallaj membicarakan kebebasan mereka tetapi bukan untuk dirinya sendiri. Al-Hallaj kemudian berkata,” Kita berada di dalam rantai Tuhan di sini. Jika kita berdoa untuk melakukannya, kita akan dapat memutuskan semua mata rantai!” lalu al-Hallaj menunjuk rantai itu, dan rantai itu pun terkuak. Para tawanan bertanya-tanya bagaimana mereka kan dapat melarikan diri sedangkan pintu-pintu penjara terkunci. Al-Hallaj kembali mengacungkan jarinya, dan jalan keluar pun muncul dari dalam dinding.
“Tidak ikut?” Tanya mereka.
“Tidak, ada satu rahasia yang hanya dapat diungkap di atas pilar tiang gantungan!” jawab al-Hallaj.
Keesokan harinya sipir penjara menanyakan apa yang telah terjadi pada tawanan lainnya. Al-Hallaj menjawab bahawa dia telah membebaskan mereka.
            ”Kenapa kamu tidak ikut pergi?” Tanya sipir.
            “Yang Agung telah menyalahkan aku, jadi aku harus tetap tinggal untuk menerima hukuman,” jawab al-Hallaj.
Ketika Khalifah mendengar percakapan tersebut, Khalifah berfikir bahawa al-Hallaj akan membuat kekacauan lagi. Oleh karena itu dia memerintahkan, “Bunuh dia atau cambuk dia hingga dia mengakui kesalahannya!” al-Hallaj pun dicambuk dengan cemeti sebanyak 300 kali. Disetiap cambukan terdengar suara lengkingan dari sang algojo, “jangan takut, putra Manshur.” Di kemudian hari, ketika guru Sufi Syekh Syaffar mengingat kembali peristiwa itu, dia mengatakan, “Aku lebih mempercayai keyakinan sang algojo ketimbang keyakinan al-Hallaj. Si algojo harus punya keyakinan yang kuat ketika mengeksekusi Hukum Ketuhanan, karena suara teriakannya terdengar begitu jelas namun tangannya tetap mantap.”

Al-Hallaj diseret ke tiang gantungan. Ratusan ribu orang berkumpul untuk menyaksikannya. Al-Hallaj menatap mereka, lalu dia berteiak: “Haqq, haqq, haqq, Ana al-Haqq,”----Kebenaran, kebenaran, kebenaran, Akulah Kebenaran.”
Pada saat itu ada yang menghiba memohon pinta kepada al-Hallaj untuk mengajarinya hakikat Cinta. Al-Hallaj mengatakan bahawa dia akan melihat Cinta pada hari itu, besoknya dan besoknya lagi. Al-Hallaj dibunuh pada hari itu, hari berikutnya tubuhnya dibakar, dan di hari ketiga abu jasadnya disebarkan oleh angin. Melalui kematiannya, al-Hallaj menunjukan bahawa Cinta berarti menderita demi kepentingan yang lain.
Ketika berjalan menuju tiang pergantungan, al-Hallaj berjalan dengan penuh rasa tegar dan bangga.
“Kenapa engkau berjalan dengan begitu bangganya seakan tidak terjadi apa-apa?”Tanya orang-orang.
“Aku bangga karena aku sedang barjalan menuju tempat penjagalan!” kata al-Hallaj. Kemudia dia bersenandung.

            Kekasihku yang tercinta tak pernah menanggung kebersalahan,
                        Dia beri aku tegukan anggur dan pancaran
                                    Perhatian yang berlebihan;

                        Seperti tuan rumah yang menjamu tamunya,
                                    Setelah waktu berlalu
                        Dia mengmbil sebilah pedang dan lapik eksekusi

                        Inilah balasan bagi mereka yang mereguk anggur tua
                        Bersama singa tua di tengah meranggasnya panas matahari.

Ketika al-Hallaj diminta naik ke atas panggung tiang gantungan, dengan kemauannya sendiri al-Hallaj menaiki tangga panggung tersebut. Seseorang bertanya tentang hal-nya (kondisi spiritual, emosi-emosi bersifat pedalaman-diri). Al-Hallaj menjawab bahawa perjalanan spiritual seorang pahlawan dimulai di atas tiang gantungan. Al-Hallaj kemudian memanjatkan doa dan berjalan tegar, tanpa tak sedikt pun gentar dang getas.

Sahabatnya asy-Syibli, yang juga hadir di situ, coba bertanya, “Apakah sufisme itu?” Dengan suara yang sudah agak parau karena deraan siksa yang berlaksa, al-Hallaj menjawab bahawa apa yang dilihat asy-Syibli adalah tahapan sufisme yang paling rendah.
“Apa lagi yang lebih tingi dari itu?” seru asy-Syibli.
“aku khawatir engkau tidak punya cara untuk mengetahuinya,”
Jawab al-Hallaj.
Ketika al-Hallaj meringkuk lemah di tiang gantungan, setan datang dan bertanya, “Kamu telah mengatakan ‘Aku’ dan aku pun telah mengatakan ‘Aku’. Kenapa kamu menerima ampunan Tuhan yang abadi sedangkan aku mendapatkan kutukan abadi?”
Al-Hallaj menjawab, “Engkau mengatakan ‘Aku’ dan memandang pada dirimu sendiri, sedangkan aku menjauhkan diriku sendiri dari itu. Maka dari itu, aku memperoleh ampunan sedangkan engkau mendapatkan kutukan. Memikirkan diri adalah hal yang tidak pantas, sedangkan melepaskan adalah perbuatan baik di atas semua kebaikan.”

Kerumunan orang mulai melempari al-Hallaj dengan batu. Tetapi ketika asy-Syibli melemparinya dengan setangkai bunga, untuk pertama kalinya al-Hallaj terengah dalam rintihan kesakitan. Seseorang bertanya, “Tak sedikit pun engkau memperlihatkan rasa sakit ketika dilempari dengan batu, tetapi mengapa hanya setangkai bunga membuatmu sakit sedemikian rupa. Kenapa begitu?”
Al-Hallaj berkata, “Mereka yang bodoh dimaafkan. Namun sulit melihat asy-Syibli melempariku, karena dia tahu bahawa dia seharusnya tidak melakukannya.”
Sang algojo kemudian memotong lengannya. Al-Hallaj tertawa dalam kepayahan dan berkata,” Memenggal tangan seorang laki-laki yang terluka adalah kerja paling mudah, tetapi diperlukan seorang pahlawan untuk memotong tangan dari seluruh perlambang yang memisahkan manusia dari Tuhan.” (dengan kata lain, untuk meninggalkan dunia yang besifat ganda dan masuk ke dalam kesatuan Tuhan memerlukan upaya yang luar biasa besarnya). Sang algojo kemudian memotong kakinya. Al-Hallaj tersenyum dan meneruskan ucapannya dengan nada menantang,” Aku berkelana di atas bumi menggunakan kedua kaki ini. Aku punya yang lain untuk berkelana di kedua dunia. Coba potong itu jika kau mampu.”

Al-Hallaj kemudian mengusap wajahnya dengan tanggannya yang sudah bunting sehingga wajah dan tangannya bersimbah merah darah.”Kenapa engkau melumuri wajahmu dengan darah?” Tanya orang-orang. Al-Hallaj menjawab bahawa karena dia telah kehilangan banyak darah yang membuat wajahnya menjadi pucat. Dia mewarnai pipinya dengan darah agar mereka tidak berfikir bahawa dia takut mati.
”Lantas,” mereka kembali bertanya, ” Kenapa engkau melumuri lenganmu dengan darah?”
“Aku sedang berwudhu. Karena di dalam solat Cinta hanya ada dua rakaat, dan itu memerlukan penyucian dengan darah.”

Sang algojo kemudian mencongkel mata al-Hallaj. Hadirin yang menyaksikan menjerit, sebagian menangis, sedangkan yang lainnya mengutuk. Lalu telinga dan hidunya juga dipotong.
Sang algojo baru akan memotong lidahnya, ketika al-Hallaj kembali diminta untuk mengucapkan sesuatu. Al-Hallaj berkata, “Oh, Tuhan, jangan palingkan orang-orang ini dari-Mu atas perbuatan yang mereka lakukan untuk-Mu. Pujilah Allah, karena memotong anggota tubuhku demi engkau, dan apabila mereka memenggal kepalaku, itu juga terjadi karena keagungan-Mu.”Lalu dia menyenandungkan sebaris ayat Alquran: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa yang di jauhkan dari api Neraka dan di masukan ke dalam Syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenagan yang menipu daya.”QS.3:185)

Dan inilah kata-katanya yang paling pungkas: “Bagi mereka yang sedang bersuka cita, Keksih yang Tercintalah satu-satunya yang mencukupi.”
Tubuh al-Hallaj yang sudah tak berbentuk itu, yang masih memperlihatkan tanda-tanda kehidupan, ditinggalkan di atas tiang gantungan sebagai pelajaran untuk yang lainnya. Baru pada keesokan harinya sang algojo memancung kepalanya. Ketika peristiwa pemancungan itu terjadi, al-Hallaj tersenyum lalu meninggal.
Orang-orang menjerit, namun al-Hallaj telah menunjukan betapa bahagia dan berharga baginya untuk bisa bersama kehendak Tuhan.
Setiap bagian tubuhnya mulai menjeritkan kalimat, “Ana al-Haqq”. Pada saat kematiannya, setiap tetes darahnya yang jatuh ke bumi melukis nama Allah.

Di hari berikutnya. Mereka yang berkomplot menentang al-Hallaj yang sudah terpotong-potong pun menimbulkan masalah bagi mereka. Oleh karena itu mereka memrintahkan agar tubuh al-Hallaj dibakar saja, tetapi meskipun telah menjadi abu, al-Hallaj tetap berteriak, “Ana al-Haqq”.
Al-Hallaj telah meramalkan peristiwa kematiannya dan menceritakan kepada pelayannya, bahawa abu mayatnya akan dilabuhkan ke muara Tigris. Saat itu permukaan airnya akan meningkat begitu tinggi sehingga seluruh Baghdad akan terancam tenggelam. Al-Hallaj memerintahkan pelayannya untuk membawa jubahnya ke muara Tigris ketika hal itu terjadi, agar airnya kembali tenang. Pada hari ketika abunya benar-benar dibawa angin dan tersebar ke dalam air muara sungai Tigris, air itu terbakar dan terdengar suara, “Ana al-Haqq.”Permukaan air mulai meningkat. Pelayan al-Hallaj pun melaksanakan apa yang sudah diperintahkan tuannya. Permukaan airnya kembali turun, apinya menghilang, dan akhirnya abu al-Hallaj terdiam.

Seorang figur yang terkenal pada masa itu berkisah bahawa dia telah berdoa semalam suntuk di bawah panggung eksekusi al-Hallaj. Dan menjelang pagi, dia mendengar sosok tak terlihat berkata, “Kami telah membagi satu rahasia Kami dan dia tidak menyimpannya. Sungguh inilah hukuman bagi mereka yang menceritakan rahasi-rahasia kami.
Sementara asy-Syibli menceritakan bahawa sehari kemudian dia melihat al-Hallaj di dalam mimpinya. Dia bertanya kepada al-Hallaj, “Bagaimana Tuhan akan menghukum orang-orang ini?” al-Hallaj menjawab bahawa mereka yang mengetahui bahawa mereka benar dan mendukungnya. Mereka berbuat begitu demi Tuhan. Dan mereka yang ingin melihat dia mati adalah orang-orang yang buta akan kebenaran dan karenanya menginginkan dia mati, tetapi mereka juga berbuat begitu karena Tuhan. Jadi Tuhan akan mengampuni kedua kelompok tersebut; kedua kelompok tersebut akan diberkati.



Wassalam…
Demikian kisah sufi al-Hallaj dan insya Allah di lain waktu saya akan posting kisah para sufi lainnya.

No comments:

Post a Comment